Sumber gambar, Reuters
Perwakilan korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 berharap tuntutan denda terbaru terhadap perusahaan Boeing di Amerika Serikat bisa menjadi momentum perbaikan transportasi udara pada masa depan. Tuntutan ini diajukan setelah bos Boeing mengakui telah membuat kesalahan.
Apresiasi terhadap tuntutan ini disampaikan Anton Sahadi, perwakilan keluarga dari dua korban bernama Ryan Aryandi dan Ravi Andrian.
"Sepatutnya dengan pengakuan-pengakuan tersebut, saya rasa CEO Boeing juga harus siap mengundurkan diri hari ini juga, bahwa itu adalah kelalaian sangat fatal," kata Anton Sahadi.
Terkait dengan tuntutan denda senilai US$24,8 miliar atau sekitar Rp406 triliun, Anton mengatakan dari sisi kemanusiaan "tidak bisa diukur (sebanding) dengan nyawa."
Sumber gambar, Getty Images
"[Tapi] kalau soal nominal ya, tergantung kembali ke pribadi masing-masing kan, merasa cukup atau tidak," katanya.
Lewatkan Artikel-artikel yang direkomendasikan dan terus membaca
Artikel-artikel yang direkomendasikan
Turbulensi ‘mengerikan’ Qatar Airways menyebabkan 12 orang terluka
Pesawat penjaga pantai yang bertabrakan dengan pesawat Japan Airlines 'belum diizinkan lepas landas'
Presiden Iran Ebrahim Raisi tewas dalam kecelakaan helikopter - Apa yang diketahui sejauh ini
Satu dekade hilangnya pesawat Malaysia Airlines: Keluarga korban MH370 dihantui misteri terbesar dalam dunia penerbangan
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
Bagaimanapun, kata Anton, tuntutan terbaru terhadap perusahaan Boeing dapat menjadi momentum langkah perbaikan transportasi udara ke depan.
"Saya punya harapan ya tentu ke depannya baik itu pabrik, maupun operator, ya mereka juga harus lebih peduli terhadap keselamatan masyarakat, terhadap keselamatan penumpang."
"Jangan orientasinya hanya bisnis, tapi soal kemanusiaannya dikesampingkan," katanya.
Baca Juga:
- Kemenhub larang Boeing 737 Max 9 milik Lion Air usai pintu Alaska Airlines copot di udara, apa yang terjadi?
- Boeing 737 Max: Mantan orang dalam ungkap kekhawatiran baru soal keselamatan pesawat, mengeklaim bisa sebabkan 'tragedi di masa depan'
- Boeing: Pihak berwenang AS mengakui 'kesalahan' terkait jatuhnya Lion Air dan Ethiopian Airlines
Keluarga korban dari dua kecelakaan yang melibatkan pesawat Boeing 737 Max telah mengajukan tuntutan, dan denda sebesarUS $24,8 miliar atau sekitar Rp406 triliun atas "kejahatan korporasi paling mematikan dalam sejarah Amerika Serikat".
Pengacara keluarga korban, Paul Cassell, mengatakan bahwa jumlah tersebut "adil dan jelas pantas". Hal ini, kata dia, mengingat "kerugian yang sangat besar akibat kejahatan Boeing".
Dalam sebuah surat setebal 32 halaman yang dilihat oleh BBC, Cassell mengatakan bahwa pemerintah AS harus mengadili para pimpinan perusahaan tersebut saat 346 orang meninggal dalam dua kecelakaan pada tahun 2018 dan 2019.
Sumber gambar, Getty Images
Surat tersebut mengutip permintaan maaf kepala eksekutif Boeing, Dave Calhoun, pada hari Selasa lalu saat memberikan kesaksian kepada Kongres.
"Saya meminta maaf atas kesedihan yang telah kami timbulkan," katanya. Saat itu pula ia diejek oleh anggota keluarga korban kecelakaan yang hadir.
Dua pesawat 737 Max mengalami kecelakaan terpisah waktu dan tempatnya. Namun kecelakaan ini hampir serupa. Total 346 orang meninggal dalam dua insiden ini.
Pada bulan Oktober 2018, sebanyak 189 orang - semua yang berada di dalam penerbangan Lion Air - tewas setelah pesawat jatuh ke Laut Jawa 13 menit lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Lalu, pada Maret 2019, penerbangan Ethiopian Airlines jatuh enam menit setelah lepas landas dari ibu kota Ethiopia, Addis Ababa. Semua (157 orang) yang berada di dalam pesawat tewas.
Sumber gambar, AFP
Kedua kecelakaan tersebut disebabkan oleh sistem kontrol penerbangan yang rusak.
Dalam kesaksiannya di Kongres, Bill Calhoun mengakui bahwa perusahaannya telah membuat kesalahan, dan mengatakan bahwa mereka telah "belajar" dari masa lalu.
Dia juga mengakui bahwa Boeing telah mengajukan tuntutan terhadap pihak yang membocorkan dapur perusahaan. Namun, Calhoun mengatakan bahwa dia telah "mendengarkan" para karyawan tersebut.
Sumber gambar, Reuters
Departemen Kehakiman sedang mempertimbangkan apakah akan menghidupkan kembali tuntutan pidana penipuan terhadap Boeing yang dijatuhkan pada tahun 2021, terkait dengan dua kecelakaan tersebut.
Tuduhan ini tidak aktif lagi sejak perusahaan mengakui dalam sebuah kesepakatan bahwa mereka telah memperdaya regulator keselamatan udara tentang aspek-aspek 737 Max, dan berjanji untuk menciptakan sistem kepatuhan baru untuk mendeteksi dan mencegah kesalahan lebih lanjut.
Bulan lalu, jaksa penuntut memutuskan bahwa kesepakatan tersebut telah dilanggar. Hal ini menyusul insiden terlepasnya panel pintu pesawat 737 Max pada maskapai Alaska Airlines pada Januari lalu, meninggalkan lubang menganga di badan pesawat di tengah penerbangan meskipun tidak ada korban jiwa.
Sumber gambar, Getty Images
Departemen Kehakiman memiliki waktu hingga 7 Juli untuk memutuskan apakah akan menghidupkan kembali kasus ini.
Dalam surat tersebut, Cassell mengatakan bahwa kliennya merekomendasikan agar departemen kehakiman memerintahkan sebagian dari tuntutan denda di masa depan digunakan untuk menciptakan pemantau independen atas langkah-langkah keselamatan dan kepatuhan perusahaan.
- Boeing 737 Max: Seberapa populer model ini? Bagaimana nasibnya ke depan?
Keluarga korban yang tewas dalam kecelakaan tersebut menghadiri sidang dengar pendapat di Kongres pada hari Selasa dan memegang foto-foto orang yang mereka sayangi.
"Saya terbang dari Inggris ke Washington DC untuk mendengar secara langsung apa yang dikatakan CEO Boeing kepada Senat dan kepada dunia tentang perbaikan keselamatan yang dilakukan di perusahaan itu," kata Zipporah Kuria, yang ayahnya tewas dalam kecelakaan jet Boeing 737 MAX 8 pada tahun 2019.
"Saya juga terus mendesak pemerintah AS untuk meminta pertanggungjawaban pidana kepada Boeing dan para eksekutif perusahaan atas kematian 346 orang. Kami tidak akan berhenti sampai kami melihat keadilan."